Thursday, 11 November 2010

Relawan Merapi Ditegur Gara-gara Tayangan Televisi - Surat dari Relawan


Hanya ingin sedikit berbagi,,,  ni copy paste dari salah satu blog....
------------------------------------
Kisah ini saya peroleh dari milis Bencana. Semoga memberi hikmah bagi kita semua...
***
Pengungsi Kabupaten Magelang terus bertambah. Ada yang karena kesadaran sendiri ada yang karena paksaan untuk mengungsi. Latar belakang yang berbeda dari pengungsi menghasilkan ekspresi yang berbeda.

Kasus ini menimpa Posko Dolog, Mertoyudan, Magelang pada 7 November pagi hari. Seorang pejabat memarahi relawan LPPSP and Friends yang sebagian besar adalah para pengungsi juga.

Asal muasalnya adalah pada 6 November pukul 21.00, kami tiba-tiba ditambahi pengungsi sebanyak 450 orang dari Ketep, dan Bringin. Terus terang saja kami tidak siap, karena baru diberitahu jam 20.30, dalam keadaan kami tidak memiliki tikar dan kasur. Walau begitu bersama kawan-kawan relawan, kami upayakan terbaik buat pengungsi, termasuk bersama TNI AD kami mencari makan untuk para pengungsi yang datang hingga jam 24.
Entah bagaimana asal muasalnya menurut penuturan relawan ada wartawan TV yang mewawancari salah satu dari pengungsi yang baru saja datang, dan ditanya apakah sudah makan. Pengungsi menjawab belum. Ya memang belum karena baru saja datang, dan relawan sudah selesai membagi makan.

Dalam tayangan di TV tersebut diekspose bahwa pengungsi terlantar. Paginya Pemimpin Daerah ini marah kepada pemilik gudang tempat barak pengungsi. Tanpa minta konfirmasi dulu, langsung memarahi kawan-kawan relawan. Sudah dijelaskan oleh relawan, tapi ybs tidak mau tahu, sampai membuat pernyataan yang menyakitkan "kalau tidak becus ngurus pengungsi saya akan ganti relawan lain". Kawan-kawan relawan yang sudah sangat letih karena hampir 2 minggu kurang tidur, kurang sehat, mengurus pengungsi sempat emosi. Saya coba tenangkan relawan dan protes keras kepada pejabat tersebut. Setelah saya jelaskan akhirnya pejabat tersebut minta maaf kepada saya dan kawan-kawan relawan.

Siang hari sempat terjadi ketegangan lagi karena pengungsi dari ketep minta untuk pindah lokasi karena merasa tidak nyaman di gudang ini. Sarana air bersih yang kurang dan kamar mandi yang terbatas serta suasana yang tidak kondusif membuat mereka minta untuk pindah lokasi. Tim SAR sudah siap memindahkan mereka.
Pemerintah desa, para pejabat menyimpulkan pengungsi asal ketep ini manja. Saya tidak percaya pernyataan para pejabat ini, pasti ada sesuatu yang terjadi yang tidak bisa diungkapkan oleh mereka.

Secara informal dan santai Saya temui mereka dan saya dengan hati-hati menanyakan apakah hanya karena suasana yang tidak menyenangkan atau karena alasan lain. Ketemulah jawabannya. Mereka menyatakan kalau mereka tersinggung dengan sikap tim evakuasi yang "memaksa" mereka mengungsi padahal mereka dalam keadaan belum siap. Waktu itu mereka meminta waktu agar bisa makan malam dan sholat magrib, sehingga setelah magrib baru berangkat mengungsi. Permintaan ini diabaikan, dan mereka dipaksa langsung naik mobil dan meminta makanan yang akan dimakan dibawa saja dan dimakan di pengungsian.

Saya tidak menelan saja apa yang dikatakan oleh pengungsi, namun saya sangat paham dan bisa mengerti perasaan mereka. Saya juga sangat memahami tugas tim evakuasi. Saya pikir barangkali ini hanya mis komunikasi saja.

Saya lalu meminta mereka tetap tinggal, karena pindah pengungsian bukan sesuatu yang mudah. Saya yakinkan pada masyarakat untuk melupakan peristiwa yang mungkin benar, mungkin pula hanya salah persepsi. Akhirnya mereka mau tetap tinggal di lokasi posko kami.

Di balik peristiwa itu semua, nampaknya semua pihak harus menyadari bahwa antara relawan, pemerintah dan pengungsi harus membangun sinergi. Pemerintah harusnya tak menganggap relawan sebagi anak buah yang bisa diperintah begitu saja. Relawan yang tak dibayar ini bekerja siang malam untuk mengurus pengungsi bahkan kadang tidur pun hanya 2 jam sehari. Pemerintah lebih responsif terhadap hal-hal yang dirasakan oleh pengungsi. Koordinasi harus dibangun untuk meminimalisasi persolan yang muncul.

Dibutuhkan tak hanya pengertian, namun bagaimana mengelola rasa, empati pada pengungsi, dan tentu sikap-sikap positif dari berbagai pihak.

Indra Kertati
Direktur LPPSP Semarang
Koordinator Relawan

No comments:

Post a Comment